A.
Pengertian Filsafat Ilmu
Pengertian filsafat ilmu dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan,
antara satu ahli filsafat dan yang lainnya selalu berbeda pendapat dan hampir
sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Oleh karena itu pengertian
filsafat ilmu dapat ditinjau dari dua segi yakni secara etimologi dan
terminologi. Akan tetapi sebelum membahas masalah pengertian filsafat ilmu akan
lebih baiknya kita mengetahui apa itu pengertian dari filsafat dan ilmu.
1.
Pengertian Filsafat
Kata filsafat yang dalam bahasa Arab falsafah, yang dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah philosophy, adalah berasal dari bahasa
Yunani yaitu philosophia. Kata philosopia terdiri atas kata philein
yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom),
sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of
wisdom) dalam arti yang khusus dari seorang filsuf adalah pecinta atau
pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pyhthagoras
(496-582 SM).[1][1]
Secara terminologi pengertian filsafat menurut para filsuf sangat beragam,
Al-Farabi mengartikan filsafat sebagai ilmu tentang alam maujud dan bertujuan
menyelidiki hakikat yang sebenarnya. Ibnu Rusyd mengartikan filsafat sebagai
ilmu yang perlu dikaji oleh manusia karena dia dikaruniai akal. Immanuel Kant
mengartikan filsafat sebagai ilmu yang menjadi pokok pangkal dari segala
pengetahuan yang di dalamnya mencakup masalah epistimologi yang menjawab
persoalan apa yang dapat kita ketahui.
Aristoteles mengartikan filsafat sebagai ilmu yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik, dan estetika. Adapun Ali Mudhofir mengartikan filsafat sebagai suatu
sikap terhadap kehidupan dan alam semesta, sebagai suatu metode, sebagai
kelompok persoalan, sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna,
dan sebagai usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan
akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukannya mempersoalkan gejala-gejala atau
fenomena akan tetapi mencari hakikat dari fenomena tersebut.
2.
Pengertian Ilmu
Ilmu berasal
dari bahasa Arab yaitu ‘alima, ya’lamu, ‚ilman dengan wazan fa’ila,
yaf’alu yang berarti mengerti, memahami benar-benar, seperti ungkapan
berikut علم اصموعى درس الفلسفة (Asmu’i telah memahami pelajaran
filsafat).[2][2] Dalam bahasa Inggris ilmu disebut science, dari bahasa latin scientia-scire
(mengetahui), dan dalam bahasa Yunani adalah episteme.[3][3]
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli di antaranya adalah :
a)
Ralph Ross dan Ernest
Van Den Haag, mendefinisikan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik.
b)
Ashley Montagu, Guru Besar Antropolog di Rutgers
University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu
sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan
hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
c)
Harsojo, Guru Besar Antropolog di
Universitas Pajajaran, menerangkan bahwa ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang
sistematikan, suatu pendekatan atau metode terhadap seluruh dunia empiris, dan
suatu cara untuk menganalisis.
d)
Afanasyef, seorang pemikir marxist bangsa
Rusia mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat
dan pikiran.
Dari beberapa pendapat tentang ilmu menurut para ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda,
syarat tertentu yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat
diukur, terbuka dan kumulatif.
3.
Pengertian Filsafat Ilmu
Cabang filsafat yang membahas masalah ilmu adalah
filsafat ilmu. Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua yaitu filsafat ilmu
dalam arti luas dan sempit, filsafat ilmu dalam arti luas yaitu menampung
permasalahan yang menyangkut hubungan luar dari kegiatan ilmiah, sedangkan
dalam arti sempit yaitu menampung permasalahan yang bersangkutan dengan
hubungan dalam yang terdapat di dalam ilmu. Banyak pendapat yang memiliki makna
serta penekanan yang berbeda tentang filsafat ilmu. Menurut Prof. Dr. Conny R.
Semiawan, dkk mengartikan filsafat ilmu dalam empat titik pandang yaitu
mengelaborasikan implikasi yang lebih luas dari ilmu, mengasimilasi filsafat
ilmu dengan sosiologi, suatu sistem yang di dalamnya konsep dan teori tentang
ilmu dianalisis dan diklasifikasi, dan suatu patokat tingkat kedua yang dapat
dirumuskan antara doing science dan thinking tentang bagaimana
ilmu harus dilakukan.
Adapun The Liang Gie mendefinisikan filsafat ilmu
adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal yang
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan
manusia.
Untuk mendapatkan gambaran singkat tentang pengertian
filsafat ilmu dapat dirangkum menjadi tiga yaitu :
a)
Suatu telaah kritis terhadap metode
yang digunakan oleh ilmu tertentu,
b)
Upaya untuk mencari kejelasan mengenai
dasar-dasar konsep mengenai ilmu dan upaya untuk membuka tabir dasar-dasar
keempirisan, kerasionalan, dan kepragmatisan, dan
c)
Studi gabungan yang terdiri atas
beberapa studi yang beraneka macam yang ditunjukkan untuk menetapkan batas yang
tegas mengenai ilmu tertentu.
4.
Persamaan dan Perbedaan Filsafat dan Ilmu
Persamaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut :
a)
Keduanya mencari rumusan yang
sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
b)
Keduanya memberikan pengertian
mengenai hubungan yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba
menunjukkan sebab-sebabnya.
c)
Keduanya hendak memberikan sintesis,
yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
d)
Keduanya mempunyai metode dan
sistem.
e)
Keduanya hendak memberikan
penjelasan tentang kenyataan keseluruhan timbul dari hasrat manusia, akan
pengetahuan yang lebih mendasar.[4][4]
Adapun perbedaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut :
a) Objek material
filsafat bersifat universal, sedangkan objek material ilmu bersifat khusus dan
empiris.
b) Objek formal
filsafat bersifat nonfragmentaris, sedangkan objek formal ilmu bersifat
fragmentaris, spesifik, dan intensif.
c) Filsafat
dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi,
kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan
trial and error.
d) Filsafat
memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman
realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif yaitu menguraikan
secara logis yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
e) Filsafat
memberikan penjelasan yang terakhir, mutlak, dan mendalam sampai mendasar,
sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, lebih dekat
dan sekunder.
B. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
1. Komponen Filsafat Ilmu
Bidang garapan Filsafat ilmu terutama diarahkan pada
komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, tiang
penyangga itu ada tiga macam yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.[5][5]
1.
Ontologi
Kata ontologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu On berarti being, dan Logos berarti logic.
Jadi ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan).[6][6] Sedangkan menurut Amsal Bakhtiar, ontologi berasal dari
kata ontos yang berarti sesuatu yang berwujud. Ontologi adalah teori atau ilmu
tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasarkan pada
alam nyata tetapi berdasarkan pada logika semata.[7][7]
Noeng Muhadjir mengatakan bahwa ontologi membahas tentang yang ada, yang
tidak terkait oleh satu perwujudan tertentu. Sedangkan jujun mengatakan bahwa
ontologi membahas apa yang kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu atau
dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang yang ada. Sidi Gazalba
mengatakan bahwa ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari
kenyataan. Karena itu ontologi disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung
pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan tentang tuhan.[8][8]
Jadi dapat disimpulakan bahwa ontologi
adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada yang merupakan kebenaran dan
kenyataan baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau abstrak.
Ontologi pertama kali diperkenalkan
oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang
hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolff
(1679-1754 M) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan
metafisika khusus. Metafisika umum dimaksud sebagai istilah lain dari ontologi.
Dengan demikian, metafisika umum adalah cabang filsafat yang membicarakann
prinsip yang paling dasar atau dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika
khusus dibagi menjadi tiga yaitu kosmologi (membicarakan tentang alam semesta),
psikologi (membicarakan tentang jiwa manusia), dan teologi (membicarakan
tentang Tuhan).
2.
Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat
yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengendalaian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai
pengetahuan yang dimiliki, mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan
pengenalanya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya. Mereka
mengandaliakan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungkin,
meskipun beberapa di antara mereka menyarankan bahwa pengetahuan mengenai
struktur kenyataan dapat lebih dimunculkan dari sumber-sumber tertentu
ketimbang sumber-sumber lainya. Pengertian yang diperoleh oleh manusia melalui
akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan,
di antaranya adalah:
a) Metode Induktif
Induktif yaitu suatu metode yang menyimpulkan
pernyataan-pernyataan hasil observasi yang disimpulkan dalam suatu pernyataan
yang lebih umum.
b) Metode Deduktif
Deduktif ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa
data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang
runtut.hal yang harus ada dalam metode deduktif adalah adanya perbandingan
logis antara kesimpulan itu sendiri.penyelidikan bentuk logis itu bertujuan
apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah.
c) Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh Agus Comte
(1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, faktual dan
positif. Ia menyampaikan segala uraian atau persoalan di luar yang ada sebagai
fakta.apa yang diketahui secara positif adalah segala yang tampak dari segala
gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu dibatasi
kepada bidang gejala saja.
d) Metode
Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya
keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga
objek yang dihasilkan pun berbeda-beda yang harusnya dikembangkan suatu
kemampuan akal yang disebut intuisi.
e)
Metode
Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula
berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini
diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya sebagai diskusi logika.
Kini dialektika berarti tahapan logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan
metode-metode penuturan, juga menganalisis sistematik tentang ide untuk
mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
3.
Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani
yaitu axios yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi
aksiologi adalah “teori tentang nilai“. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam
tiga bagian yaitu moral conduct (tindakan moral), esthetic expression
(ekspresi keindahan), dan sosio-political life (kehidupan sosial
politik).[9][9] Sedangkan menurut Jujun S. Suriansumantri dalam bukunya
Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dalam Encyclopedia of Philosophy
dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga
bentuk Value and Valuation yaitu nilai yang digunakan sebagai kata benda
abstrak, nilai sebagai benda konkret, dan nilai digunakan sebagai kata kerja
dalam ekspresi menilai, member nilai dan dinilai.
Dari definisi di atas terlihat jelas
bahwa aksiologi menjelaskan tentang nilai. Nilai yang dimaksud disini adalah
sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai. Nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika
dan estetika.
Makna “etika“ dipakai dalam dua bentuk
arti yaitu suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan
manusia, dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal, perbuatan
manusia. Maka akan lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal dari sebuah
etika adalah norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika
mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik dalam
suatu kondisi. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman
keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di
sekelilingnya.
2. Objek Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu sebagaimana halnya dengan bidang-bidang
ilmu lainnya juga memiliki dua macam objek yaitu objek material dan objek
formal.
a) Objek Material
Filsafat ilmu
Objek Material filsafat ilmu yaitu suatu bahan
yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan atau hal yang di
selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa
saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut Dardiri bahwa objek material adalah
segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan
maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :
1)
Ada yang
bersifat umum, yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
2)
Ada yang
bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak dan tidak mutlak yang
terdiri dari manusia dan alam.[10][10]
b)
Objek Formal
Filsafat Ilmu
Objek formal adalah sudut pandang dari mana
sang subjek menelaah objek materialnya. Setiap ilmu pasti berbeda dalam objek
formalnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan yang
artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatiannya terhadap problem mendasar ilmu
pengetahuan. Seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh
kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di
bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan
ontologis, epistemologis dan aksiologis.
3. Tujuan Filsafat
Ilmu
Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu maka filsafat ilmu
sangat diperlukan. Sebab dengan mempelajari filsafat ilmu, kita akan menyadari
keterbatasan diri dan tidak terperangkap ke dalam sikap oragansi intelektual.
Hal yang lebih diperlukan adalah sikap keterbukaan kita, sehingga mereka dapat
saling menyapa dan mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang dimilikinya untuk
kepentingan bersama.
Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang
membicarakan tentang hakikat ilmu yang mengandung manfaat sebagai berikut :
a.
Filsafat ilmu
sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis
terhadap kegiatan ilmiah.
b.
Filsafat ilmu
merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan kita menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan
struktur ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan disini adalah
menerapkan metode ilmiah yang sesuai dengan struktur ilmu pengetahuan bukan
sebaliknya.
c.
Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap
metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.[11][11]
[1][1] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia,
(Bumi Aksara, Jakarta : 2010), hal. 3
[3][3] Jujun S.Suriasumatri, Filsafat Ilmu, (Pustaka Sinar
harapan, Jakarta : 1998), cet 1, hal
324.
[6][6] Lih. James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes,
Dictinary Philoshopy, (Totowa New Jersey , Little Adam : 1976), hal. 219
[8][8] Sidi Gazalba, Sistematika
Filsafat Pengantar kepada Teori Pengetahuan, (Bulan Bintang, Jakarta :
1973), hal : 106
[9][9] Jalaluddin dan
Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Gaya Media Pratama, Jakarta : 1997),
cet-1, hal. 106