Rabu, 15 April 2015

DASAR DASAR TENIK BUDIDAYA



BAB VI
DASAR-DASAR TEKNIK BUDIDAYA

            Sesuai dengan kebijakan dasar pemerintah bahwa Negara kita adalah Negara agraris yaitu Negara yang sebagian besar penduduknya bermata-pencaharian sebagai petani, maka untuk mencapai tujuan pembangunan di bidang pertanian ditetapkan empat langkah utama atau Catur Usaha yang merupakan usaha-usaha pokok, yaitu : Intensifikasi, Ekstensifikasi, Diversifikasi, dan Rehabilitasi.
            Di dalam membicarakan dasar-dasar teknik budidaya pertanian, hanya akan dibicarakan tentang Intensifikasi pertanian dimana di dalamnya terdapat lima usaha pokok, yang terkenal dengan sebutan Panca Usaha Tani. Panca Usaha merupakan lima tindakan budidaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian, yaitu :
  1. Penggunaan varietas unggul
  2. Pengolahan lahan dan pengaturan jarak tanam
  3. Pengairan yang baik dan teratur
  4. Pemupukan yang tepat dan efisien
  5. Pengendalian hama dan penyakit

6.1. Penggunaan Varietas Unggul
            Varietas unggul adalah varietas yang mempunyai beberapa sifat yang lebih baik bila dibandingkan dengan varietas lainnya, yang secara umum ditunjukkan dengan hasil produksi yang tinggi. Cara yang paling tepat dilakukan untuk mendapatkan varietas unggul adalah dengan pemuliaan tanaman (plant breeding).
6.1.1. Cara Pemuliaan Tanaman
            Secara umum ada tiga cara yang dipakai dalam pemuliaan tanaman, yaitu : Seleksi, Introduksi, dan Hibridisasi.
            Yang dimaksud Seleksi adalah suatu cara untuk mendapatkan varietas unggul yang dikehendaki dengan melaksanakan pemilihan, baik di lapangan maupun di laboratorium. Pada umumnya dikenal dua jenis seleksi yaitu : seleksi massa dan seleksi galur murni. Seleksi massa adalah suatu cara pemilihan tanaman di lapangan yang fenotipenya sama untuk dikembangkan. Sedangkan seleksi galur murni adalah pemilihan terhadap hasil penyerbukan sendiri dari tanaman yang homozigot.
            Introduksi adalah memperkenalkan suatu varietas tanaman yang unggul dari suatu daerah/Negara kepada daerah atau Negara lain. Introduksi ini penting karena dapat dipertukarkan tanaman unggul hasil dari pemulia suatu Negara. Misalnya pada varietas padi unggul yang baru, seperti : IR5, IR8, IR20 dan IR26 yang dihasilkan oleh IRRI (International Rice Research Institute) dari Los Banos, Philipina.
            Hibridisasi adalah cara mengawinkan atau menyilangkan dua atau lebih varietas-varietas unggul yang diinginkan. Hasil dari pemuliaan tanaman sudah cukup banyak namun masih dijumpai kekurangan, misalnya pada tanaman jagung bisi dua dengan dua tongkol pertanaman, tetapi tidak tahan terhadap penyakit atau rasanya yang kurang manis. Keunggulan sifat kadang-kadang dinyatakan pada salah satu komponen hasil, mutu ataupun zat gizi maupun ketahanan terhadap kekeringan. Sekerang penemuan dari suatu varietas unggul dimasukkan ke dalam HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) seorang peneliti atau penemu. Sebagai contoh beberapa varietas unggul yang terkenal di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.
            Tabel 6. Beberapa jenis tanaman varietas unggul di Indonesia.
           
Jenis tanaman
Nama varietas unggul
Padi
PB8, IR 20, dan IR 26
Jagung
Hibrida Bisi dua, Arjuna, Harapan
Kedelai
Davros, Orba, Kerinci, Merapi
Kacang tanah
Gajah, Macan, Tapir, Kidang
Kacang hijau
Merak, Manyar
Ubi kayu
Adira1, Adira 2
Teh
Pasir Serongge, PS-1



Dalam hal varietas unggul, perlu diperhatikan cara-cara mempertahankan kemurnian varietas dengan isolasi waktu dan isolasi tempat. Dengan cara kultur teknik biasa, untuk varietas yang menyerbuk silang, setelah benih mencapai generasi ke-3, lebih baik membeli benih lagi yang masih murni dan telah disertifikasi agar produktifitas tanaman dapat dipertahankan dengan baik.


6.1.2. Tujuan Pemuliaan Tanaman
            Tujuan dari pemulia tanaman adalah membatasi hambatan-hambatan untuk mencapai produksi yang maksimum dengan mutu atau kualitas yang tinggi. Beberapa tujuan khusus dari pemuliaan tanaman sebagai berikut :
  1. Meningkatkan kualitas benih tanaman, misalnya viabilitas, daya simpan, dan daya pembentukan biji.
  2. Menciptakan varietas tanaman dengan kualitas gizi yang tinggi
  3. Menciptakan kebiasaan tumbuh (growth habit) yang lebih baik, seperti : keseragaman umur tanaman, berbunga, dan waktu pemasakan buah
  4. Mempertinggi adaptasi terhadap musim
  5. Mempertinggi ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit
  6. Meningkatkan kualitas panen
  7. Meningkatkan nilai pemasaran, seperti kadar serat, protein, lemak, dan rasa
  8. Meningkatkan kapasitas berproduksi

6.2. Pengolahan Lahan dan Pengaturan Jarak Tanam
6.2.1. Pengolahan Lahan
Budidaya tanaman adalah adanya campur tangan manusia terhadap tanaman yang dibudidayakan untuk memperoleh hasil yang optimal bagi kebutuhan hidup manusia. Manusia mulai dengan membabat hutan, mengelola tanaman sampai akhirnya dilakukan pengolahan tanah dari alat-alat yang sederhana sampai dengan mesin/traktor.
Tujuan pokok dari pengolahan lahan adalah :
  1. Menyiapkan tempat yang baik untuk tanaman
  2. Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi lahan
  3. Memperbaiki aerasi dan draenase
  4. Memperbaiki tata air tanah
  5. Menghindarkan adanya persaingan dengan gulma (tanaman pengganggu)
  6. Mencegah dan memutus siklus hidup hama dan penyakit
Dari hasil penelitian beberapa ahli diketahui adanya peningkatan produksi/hasil diakibatkan oleh adanya pengolahan lahan yang baik, yang memungkinkan rongga-rongga antar butiran akan dapat berisi molekul-molekul air yang memungkinkan kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Alat-alat pengolahan lahan/tanah memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) memecah tanah, 2) membelah tanah, 3) membalik tanah, dan 4) meratakan tanah.
Frekwensi pengolahan tanah (pembajakan dan penggaruan) menentukan intensif tidaknya pengolahan lahan tersebut. Pada lahan sawah, umumnya dilakukan 2 kali membajak dan 2 kali menggaru yang di dalamnya terdapat selang waktu satu minggu dan sudah termasuk katagori pengolahan lahan intensif.
6.2.2. Pengaturan Jarak Tanam
            Pengolahan lahan yang baik telah dikerjakan maka perlu diperhatikan pengaturan jarak tanam sebelum dilakukan penanaman sehingga sesuai dengan jenis tanaman, keadaan tanah dan air yang tersedia di daerah tersebut. Jarak tanam mempengaruhi populasi/jumlah tanaman dan keefisienan penggunaan radiasi surya serta mempengaruhi kompetisi antara tanaman dalam suatu areal pertanaman di dalam memanfaatkan air dan unsure hara sehingga diperoleh hasil/produksi yang optimum. Dalam agronomi dikenal istilah tandur jajar yang artinya bercocok tanam dengan jarak tanam dan barisan yang teratur. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan petani di dalam pemeliharaan tanaman, seperti : pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama/penyakit.
            Pengaturan jarak tanam, pada arah barisan dapat dipergunakan untuk mengatur penggunaan sinar matahari secara efisien, misalnya : tanaman yang ditanam dengan arah barisan Timur – Barat akan dapat mempergunakan sinar matahari lebih efisien dibandingkan dengan arah barisan Utara – Selatan. Penggunaan arah barisan juga menentukan arah lereng dan teras, dimana lereng yang tidak berteras sebaiknya barisan atau guludan dibuat tegak lurus dengan arah lereng; sedangkan di lereng yang berteras arah barisan sering dibuat sejajar dengan lereng atau tegak lurus teras. Pada lereng landai dan tidak berteras sebaiknya bertanam dengan sistem contour, dimana barisan tidak perlu lurus dan dapat berbelak-belok sesuai dengan keadaan bukit tetapi harus sama tinggi (datar).
Pada umumnya, produksi setiap satuan luas yang tinggi tercapai dengan penggunaan populasi/kerapatan yang tinggi karena terjadi penggunaan sinar matahari secara maksimum di awal pertumbuhan, tetapi pada akhirnya penampilan dari masing-masing tanaman secara individu akan menurun karena adanya kompetisi (persaingan) dalam hal sinar matahari dan factor tumbuh lainnya. Tanaman akan memberikan respon dengan mengurangi ukuran, baik pada seluruh tanaman ataupun pada bagian-bagian tanaman (batang, cabang, daun, umbi dan polong), sehingga akan diperoleh kerapatan yang optimum untuk memperoleh hasil yang maksimum. Pengaturan jarak tanam dapat dilihat pada Gambar 6.1.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
 
………………………………
………………………………
………………………………
………………………………
………………………………
………………………………
 
         



       baris tunggal (single row)                                     baris rangkap (double row) 

      .       .        .        .        .
 .       .        .        .        .         .
      .       .        .        .        .
 .        .        .        .        .         .
 
………………………
………………………
………………………
………………………
………………………
 
                                                               
      



       jarak bujur sangkar                                                           Jarak sama segala penjuru

Gambar 6.1.  Pengaturan jarak tanam di lapangan

6.3. Pengairan yang Baik dan Teratur
            Air merupakan unsure yang sangat vital bagi kehidupan tanaman. Kekurangan air akan mengakibatkan terganggunya perkembangan morfologi dan proses fisiologi tanaman, yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi tanaman tersebut. Oleh karena itu pemberian air yang baik dan teratur akan sangat membantu meningkatkan daya produksi tanaman sehingga dapat meningkatkan keuntungan petani.
6.3.1. Kebutuhan Air Tanaman
            Kebutuhan air tanaman dapat didefinisikan sebagai banyaknya air yang hilang dari suatu areal pertanaman untuk setiap satuan luas dan satuan waktu, yang dipergunakan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa kebutuhan air bagi tanaman adalah sama dengan evapotranspirasi. Evapotranspirasi dipengaruhi oleh beberapa factor seperti : kelembaban tanah, suhu, udara, sinar matahari dan angin.
Menurut kebutuhan air terhadap tanaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
  1. Hidrofit adalah tanaman yang membutuhkan jumlah air yang sangat banyak (tergenang) untuk hidupnya.
  2. Mesofit adalah tanaman yang membutuhkan jumlah air yang sedang dengan system perakaran yang berkembang baik.
  3. Xerofit adalah tanaman yang membutuhkan jumlah air yang relative sedikit, biasanya dapat tumbuh pada habitat yang sangat kering.
Pada umumnya tanaman membutuhkan banyak air pada awal pertumbuhannya (seedling stage) dan pada saat ini fase vegetatif tanaman sangat dominan, dan menjelang pembungaan atau panen maka pemberian air dapat dikurangi. Suplai air yang hamper merata sepanjang pertumbuhan tanaman akan sangat ideal bagi tanaman yang dibudidayakan. Di samping itu perlu di atur kebutuhan air bagi tanaman sehingga tanaman tidak mengalami cekaman air (water stress). Cekaman air adalah suatu periode dimana tanah berisi sedikit air atau sama sekali tidak ada air, ataupun suatu periode dimana selama 14 hari terus menerus tidak ada hujan. Beberapa kebutuhan air bagi tanaman dapat dilihat pada Tabel 6.2.

            Tabel 6.2.  Kebutuhan air bagi beberapa jenis tanaman
           
No.
Jenis tanaman
Penggunaan air relative
dibandingkan dengan alfalfa
1
Padang rumput
0,90
2
Bit gula
0,82
3
Buncis
0,42
4
Jeruk
0,70
5
Jagung
0,65
6
Kentang
0,50
7
Sorgum
0,38
8
Tomat
0,48


6.3.2. Pengelolaan Air
            Ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam mengatur pemberian air di lapangan, yaitu :
  1. Draenase adalah membuang kelebihan air
  2. Konservasi adalah perlindungan terhadap sumber-sumber air
  3. Irigasi adalah penambahan suplemen air
Irigasi lebih ditekankan pada pemberian air untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diusahakan. Kegunaan air irigasi selain untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman di lapangan, juga bertujuan untuk : 1) Mempermudah pengolahan lahan, 2) mengatur suhu tanah dan iklim mikro, 3) Membersihkan lahan dari kotoran dan unsure-unsur beracun, 4) menekan pertumbuhan gulma, dan 5) mengurangi serangan hama dan penyakit tanaman. Pemberian irigasi sendiri ada tiga cara, yaitu :
  1. Irigasi permukaan adalah pendistribusian air ke seluruh permukaan tanah. Cara yang paling umum dipakai adalah system penggenangan (leb).
  2. Irigasi penyiraman adalah pemberian air dibawah tekanan, seperti hujan buatan dan sprinkler.
  3. Sub irigasi adalah pendistribusian air ke tanah di bawah permukaannya untuk memberikan kelembaban pada tanaman melalui gaya kapiler ke atas.

6.4. Pemupukan yang Tepat dan Efisien
            Pupuk adalah suatu persenyawaan yang mengandung unsure hara yang diberikan pada tanaman. Pupuk biasanya terdiri dari beberapa komponen antara lain adalah: unsure hara, zat penolak air, pengisi, pengatur konsistensi, kotoran dan lain sebagainya. Pupuk dapat digolongkan atas beberapa cara, seperti : a) Pupuk alam dan pupuk buatan, b) Pupuk organic dan pupuk an organic, dan c) Pupuk menurut unsure yang dikandungnya.

6.4.1. Tujuan Pemupukan
            Secara umum pemupukan bertujuan untuk :
  1. Menjaga keseimbangan unsure hara yang ada di dalam tanah
  2. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman
  3. Meningkatkan produksi tanaman
  4. Mengurangi bahaya erosi
Unsur hara yang ada di dalam tanah akan mampu mencukupi keperluan hidup suatu tanaman secara alamiah apabila unsure tersebut berada dalam keseimbangan. Tetapi bilamana manusia menghendaki daya tambahan dari tanaman, karena adanya dorongan untuk meningkatkan hasil usahanya maka persediaan unsure hara di dalam tanah tidak akan mencukupi kalau tidak ditambah lagi oleh manusia.
Pemupukan yang dilakukan dengan benar akan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil, sebaliknya usaha pemupukan tidak akan mencapai sasaran bilamana tanaman yang dipupuk tidak memberikan respon (tidak tanggap) terhadap pemupukan yang diberikan dan tidak didukung oleh tersedianya air yang cukup sebagai pelarut pupuk yang diberikan.

6.4.2. Macam Pupuk
            Umumnya pupuk dapat digolongkan atas dua macam, yaitu : pupuk organic (alam) dan pupuk anorganic (buatan).
A.    Pupuk organic adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa atau bagia-bagian tanaman secara alami, yang terdiri dari tiga jenis, yaitu :
  1. Pupuk Hijau
Pupuk hijau adalah pupuk yang materialnya terdiri dari bagian-bagian tanaman yang masih hidup dan biasanya diberikan dengan cara membenamkan ke dalam tanah sebelum tanam atau pada saat pengolahan lahan. Jenis pupuk hijau dapat dikelompokkan atas dua macam, yaitu : Golongan Legum dan golongan non legume.
Jenis leguminose yang biasa dipergunakan sebagai bahan pupuk hijau adalah : Crotolaria juncea, Clotolaria oesaramoensis, Centrosoma, Colopogonium, Sesbania, Sweet Clover, dan kedelai.
  1. Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan ataupun ternak yang diberikan pada tanaman setelah mengalami proses mineralisasi dan humifikasi dengan bantuan mikroorganisme yang ada di dalam tanah. Nilai unsure yang dikandungnya tergantung dari jenis hewan, umur hewan, jenis makanan dan metode pengolahannya. Pupuk kandang yang telah siap dipergunakan untuk memupuk, rata-rata mengandung 0.50% N, 0.25% P2O5, dan 0.50% K2O. Pemberian pupuk kandang biasanya sebelum tanam ataupun bersamaan dengan tanam dengan dosis + 10 – 20ton per hektar.
  1. Kompos
Kompos adalah pupuk organic yang berasal dari sisa-sisa bahan organic seperti sisa tanaman, sampah dapur, dan sisa makanan ternak yang bercampur dengan kotorannya, yang telah mengalami pelapukan (proses dekomposisisi).

B.     Pupuk  Anorganik adalah pupuk yang diproses di pabrik yang berasal dari bahan-bahan mineral anorganik, seperti pupuk Urea, TSP, KCl, DAP pupuk Rustica (15 : 15 : 15)
1.      Pupuk Nitrogen
Pupuk Nitrogen adalah pupuk anorganik yang bermanfaat dalam mempertinggi pertumbuhan vegetatif tanaman, merangsang pertunasan(anakan) dan mempertinggi kandungan protein.
Pemberian pupuk nitrogen biasanya dibenamkan di dalam tanah karena pupuk ini bersifat mudah menguap, dosis dan konsentrasi disesuaikan dengan tanaman yang diusahakan, pemberian jangan terlalu dekat dengan tanaman dan waktu pemberian yang tepat. Beberapa jenis pupuk nitrogen yang sering beredar adalah: Urea (45% N), Zalzuur amoniak (ZA = 20.5% N), Diamonium fosfat (DAP = 18% N).
Kekurangan unsure nitrogen (defisiensi N) akan menyebabkan tanaman kerdil, perkembangan akar terhambat, daun berwarna kuning dan mudah rontok. Kesuburan tanah biasanya dinilai dari ketebalan 0-30 cm, berdasarkan prosentase N total, sebagai berikut : a) Rendah : 0.20%, b) Sedang : 0.20– 0.50%, c) Tinggi : >50%
2.      Pupuk Fosfat
Pupuk fosfat adalah pupuk anorganik yang bermanfaat memperbaiki pembungaan, pembuahan, dan pembentukan biji; mempercepat pemasakan buah; dan mengurangi kerontokan buah.
Pemberian pupuk fosfat biasanya sebelum tanam atau bersamaan pada saat tanam dengan system sebar atau larikan. Beberapa jenis pupuk fosfat yang beredar di pasaran adalah : Triple Superphospat (TSP = 38-48% P2O5), Diammonium Fosphat (DAP = 46% P2O5), dan Fosfat alami (25%  P2O5).
Tanah di Indonesia umumnya kekurangan fosfat, karena sifat unsure fosfat yang sangat mudah terfixasi oleh unsure lain sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Pada pH rendah, fosfat terfixasi oleh unsure Fe, Al, dan Mn, sedangkan pada pH tinggi fosfat terfixasi oleh mineral silikat (Si). Kriteria fosfat biasanya dilihat dari kandungannya, sebagai berikut : a) Rendah : <140 ppm, b) Sedang : 140-180 ppm, c) Tinggi : >180 ppm.


3.      Pupuk Kalium
Pupuk Kalium adalah pupuk anorganik yang bermanfaat membantu dalam pembentukan karbohidrat dan klorofil, membantu translokasi gula dalam tanaman, menambah kebernasan biji dan pembentukan umbi, serta menambah ketahanan tanaman terhadap seranga penyakit.
Pemberian pupuk kalium biasanya sebelum tanam dengan system sebar atau diberikan dalam larikan sebagai pupuk dasar. Beberapa jenis pupuk kalium yang beredar di pasaran adalah : Dolomit (40% K2O), Kalium Klorida (KCl = 55%  K2O), dan Kalium Zulfat (ZK = 45% K2O).
Kriteria fosfat biasanya dilihat dari kandungannya, sebagai berikut : a) Rendah : <140 ppm, b) Sedang : 140-180 ppm, c) Tinggi : >180 ppm.
Kriteria kalium biasanya dilihat dari kandungannya, sebagai berikut : a) Rendah : 0.38 me/100 g, b) Sedang : 0.38-0.64 me/100 g, c) Tinggi : >0.64 me/100 g.

6.4.3.  Penempatan Pupuk
            Penempatan dan saat pemberian pupuk yang tepat merupakan salah satu factor yang sangat penting dalam pemupukan, hal ini sangat terkait dengan respon tanaman. Yang perlu diketahui pemberian pupuk setahun sekali untuk beberapa unsure hara tertentu kemungkinan tidak cukup, tetapi unsure hara yang lain mungkin tidak perlu.
Ada beberapa cara pemberian pupuk pada tanaman, yaitu :
a.       Broadcast adalah pemberian pupuk secara sebar dan diusahakan agar sebaran merata ke segala arah pada lahan, biasanya dilaksanakan sebelum tanam.
b.      Side Dressing adalah penempatan pupuk secara sebar di sepanjang sisi tanaman kanan dan kiri barisan, biasanya bersamaan pada saat penyiangan.
c.       Topdressing adalah penempatan pupuk secara sebar langsung merata diatas tanaman yang sedang tumbuh.
d.      Band Placement adalah pemberian pupuk pada larikan ataupun jalur-jalur terputus di antara barisan tanaman, setelah itu larikan dapat ditimbun kembali dengan tanah.
e.       Plow-sole Placement adalah pemberian pupuk yang tempatkan di belakang bajak pada dasar saluran.
Pada banyak tanaman, pemberian pupuk nitrogen dapat diberikan beberapa kali selama musim tanam karena gampang tercuci dan mudah diubah ke bentuk-bentuk gas sehingga tidak tersedia atau sedikit tersedia bagi tanaman.

6.4.4. Tanggapan Tanaman terhadap Pemupukan
            Hubungan antara tingkat hara dan hasil tanaman, berbeda-beda menurut spesies tanaman dan jenis unsure hara. Tiap tanaman akan memberikan tanggapan umum terhadap kekurangan unsure hara (defisiensi) baik dengan peningkatan hasil ataupun penampilannya di lapangan. Pada tingkatan unsure hara yang tidak memberikan respon nyata terhadap pupuk, tanaman akan terus menerus menunjukkan kenaikan tingkat absorpsi hara yang dikenal dengan istilah “konsumsi mewah”.
            Pada tingkatan yang lebih tinggi lagi, tanaman akan keracunan unsure hara, pertumbuhan berkurang bahkan sering terjadi kematian tanaman yang diusahakan. Tingkatan tanggapan tanaman terhadap pupuk sebagian berhubungan dengan kapasitas produktif dari tanah. Tanaman yang ditanam pada tanah-tanah dengan kapasitas produktif rendah akan menunjukkan respon yang maksimum pada pemupukan tingkat rendahan dari pada tanah-tanah yang mempunyai kapasitas produktif tinggi. Kapasitas produktif tergantung pada ketersediaan unsure hara dan kondisi tanah dalam jangka panjang, karena kekuatan-kekuatan yang membentuk keseimbangan antara tanah dengan larutan tanah tidak tercapai dalam waktu yang relative singkat.

6.5.    Proteksi Tanaman
Proteksi tanaman adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan hama dan penyakit, ataupun pengendalian terhadap tumbuhan pengganggu (gulma) yang menyebabkan terjadinya kerugian pada tanaman yang ditanam. Proteksi tanaman merupakan suatu teknologi yang sangat spesialisasi dan selalu berubah dengan cepat sesuai dengan tuntutan manusia. Proteksi tanaman dapat dilakukan dengan cara pencegahan (preventif) dan cara penyembuhan (curatife).


Cara-cara pengendalian yang umum dilakukan di Indonesia baik terhadap hama, penyakit ataupun gulma adalah sebagai berikut :
  1. Pengendalian Legislatif
Pengendalian ini merupakan tindakan pencegahan yang dilindungi oleh undang-undang terhadap masuknya serangga, tanaman, dan lain sebagainya dari luar daerah/luar negeri, mencegah penyebarannya, melaksanakan pemberantasan bila perlu serta melindungi masyarakat dari kepalsuan zat kimia untuk pemberantasan hama, penyakit dan gulma. Badan pelaksananya adalah Lembaga Karantina Tumbuhan dan pengawas tanaman dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
2.      Cara Fisika
Cara fisika dapat dipergunakan untuk melindungi tanaman dalam melawan gangguan atau menghilangkan pengganggu seluruhnya. Perangkap dan zat penarik (atraktan) dari berbagai tipe dipergunakan untuk memancing ke larutan yang mematikan. Perlakuan air panas dapat digunakan untuk memusnahkan pathogen tertular biji (seed borne) ataupun tertular tanaman (plant borne) seperti : penyakit cendawan pada gandum, penyekit busuk hitam dan lain sebagainya.
3.      Cara Biologi
Beberapa cara biologi yang dipergunakan untuk pengendalian hama, penyakit, dan gulma adalah dengan cara penggunaan parasit, penggunaan predator dan penggunaan tanaman yang tahan (resistensi genetic). Penggunaan resistensi genetic, kesanggupan secara bawaan dari tanaman untuk menahan kerusakan dari pathogen atau predator adalah cara yang sangat berhasil untuk pengendalian hama, penyakit dan gulma.
4.      Cara Teknik Budidaya
Cara kultur teknik dipergunakan untuk mengurangi populasi pengganggu yang efektif, mencakup pembuangan tanaman ataupun benih yang sakit atau terserang, pemotongan bagian-bagian tanaman yang terserang (surgery), ataupun pembuangan sisa-sisa tanaman yang dapat sebagai biakan pengganggu. Pengurangan populasi pengganggu dapat dicapai dengan cara menerapkan pola pergiliran tanaman yaitu tanaman yang peka digilir dengan tanaman yang tidak peka. Misalnya : penanaman padi digilir dengan penanaman kacang-kacangan atau jagung.

5.      Cara Kimia
Pestisida adalah zat kimia yang dapat dipergunakan untuk memberantas hama ataupun penyakit tumbuhan. Pestisida yang selektif dapat membunuh organisme tetapi tidak membahayakan tanaman inangnya. Sedangkan pestisida non selektif adalah zat kimia yang dapat membunuh keseluruhan organisme dan inangnya.
a.       Insektisida adalah zat kimia yang khusus dipakai untuk memberantas serangga
b.      Fungisida adalah zat kimia yang dipakai untuk memberantas jamur
c.       Bakterisida adalah zat kimia yang dipakai untuk membernatas bakteri
d.      Herbisida adalah bahan kimia yang dipergunakan untuk memberantas tumbuhan pengganggu (gulma).





















DAFTAR PUSTAKA

Edmond, JB., T.L.Senn dan F.S.Andrews. 1964. Fundamental of Horticulture. Mac Graw
 Hill Co.N.Y. 476.

Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Penerbit : P.T.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Cetakan ketiga.

Winarno, F.G. 1997. Kimia, Pangan dan Gizi. Penerbia : P.T.Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. Cetakan ketujuh.

Haryadi, S.S. 1979. Pengantar Agronomi. Penerbit : P.T.Geamedia, Jakarta. 197 pp.

Jumin, H.B. 1987. Dasar-Dasar Agronomi. Penerbit : Rajawali Press, Jakarta. 140 pp.

Loomis, R.S., W.A.Williams dan A.E.Hall. 1971. Agricultural Productivity. Scientific
            American. Volume 235 : 431 – 468.

Samsoe’oed, S. 1976. Agronomi Umum. Penerbit : Departemen Agronomi, Institut Pertanian
            Bogor. 188 pp.